Malam itu, cuaca di Jazirah Arab tidaklah begitu baik. Suhu dingin dan kabut tebal menyelimuti hamparan padang pasir. Di suatu tempat, pasukan Jabir, salah seorang sahabat Rasulullah SAW., sedang bermalam. Pandangan mereka hanyalah sejauh jangkauan sinar-sinar obor dan perapian yang mereka nyalakan. Cahaya bulan pun tak kuasa menembus tebalnya kabut malam itu. Apatah juga kerlap-kerlip gemintang. Tak ada satupun yang tampak.
Ketika waktu solat tiba dan azan telah selesai dikumandangkan, terjadilah sedikit keributan di antara pasukan Jabir tersebut. ”Kemanakah arah kiblat yang benar?” Di jaman ketika orang bertumpu kepada benda-benda langit untuk menentukan arah mata angin, tentulah pertanyaan semacam itu adalah hal yang wajar. Mengapa tidak? Rasi bintang Biduk Besar yang biasa dipakai sebagai penunjuk arah utara, malam itu tak disaksikan sama sekali. Sementara, mereka pun tidak mengingat dengan pasti ke arah mana siang sebelumnya mereka menghadap. Maka sekelompok dari mereka membuat garis ke satu arah dan solat mengikuti garis tersebut sementara satu kelompok yang lain membuat garis ke arah lain dan solat mengikuti arah yang mereka yakini sebagai arah kiblat yang benar.
Keesokan harinya, ketika matahari mulai muncul di ufuk timur, ternyata garis-garis patokan solat mereka ternyata tidak ada yang menunjuk ke arah kiblat. Maka dilaporkanlah kejadian tersebut kepada Rasulullah kerana para sahabat merasa ada yang janggal di hati ketika mereka tidak menepati perintah Allah untuk bersolat menghadap Baitullah.
Dan sebagai jawapan atas kegundah hati para sahabat tersebut turunlah satu ayat dari surat Al Baqarah, ayat yang ke-115, yang artinya:
Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Itulah sebuah kisah yang diriwayatkan sebagai salah satu penyebab atau latar belakang diturunkannya ayat tersebut di atas. Ada beberapa kisah lain yang pada intinya berkisar kepada permasalahan kemana kita menghadap ketika solat. Ketika kita tidak bisa menentukan dengan pasti mana arah kiblat, maka kita tidak perlu khawatir sholat kita tidak akan diterima oleh Allah SWT. Kerana, kemanapun kita menghadap, di situlah kita temukan wajah Allah.
Di luar konteks tersebut di atas, tentunya ada nuansa lain yang bisa kita tangkap dari ayat tersebut. Dengan ayat tersebut seolah-olah Allah inign menegaskan bahwa sebenarnya tanda-tanda kekuasaan-Nya dapat kita temui di segala penjuru mata angin. Kemanapun kita arahkan pandangan, mata kita akan tertuju kepada hal-hal yang sebenarnya mengingatkan kita kepada Allah. Kepada apapun kita tujukan konsentrasi fikiran kita, maka sebenarnya kita akan menemukan tanda-tanda kekuasaan Allah.
Insyaallah, blog ini akan mencuba menghadirkan, mengulas dan menyajikan berbagai hal yang menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah, subhanahu wata’ala.
Selasa, 20 Januari 2009
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan